Butuh Saran: Buku Panduan remaja gaul

Melawan perang pemikiran memang harus dengan pikiran juga. Karena sangat dekat dengan dunia remaja, otomatis konsentrasi saya ke dunia penuh warna ini juga (sekalian menjaga agar tetap awet muda, kale’). Terus-terang saja, saya khawatir banget melihat perkembangan life style sekarang ini.

Khususnya melalui media pandang-dengar, atawa lazimnya teve, kita bisa puas abiz menyaksikan gaya gaul, gaya pakaian, gaya kongkow, dan gaya temenan remaja masa kini. Memang, saya yakin banget nggak semua remaja bakalan nelen mentah-mentah semua informasi itu. Tapi... ada juga kan sebagian dari mereka yang bakalan niru habis-habisan. Apalagi yang belum punya dasar aqidah yang benar.

Memang... saya pun merasakan, mendakwahi remaja kita itu susah-susah-sulit (apa lagi???). Selain karena mengalami ini sama ponakan remaja, saya pun pernah remaja. Dan saya juga pernah menjadi remaja egois, mau menang sendiri, pokoknya gue deh yang bener. Gitu kale’

Tapi bagaimanapun juga, adik-adik kita itu tetap perlu dibekali ilmu agama yang baik. Bagus kalau ortu mereka emang udah mencecoki itu dari kecil. Lah, ini kalau ngaji aja ortunya nggak gape... gimana ngarepin mereka tumbuh jadi mujahidin yang tangguh? (ceile...).

Mungkin enggak usah jauh-jauh dululah, saya sendiri rasanya belum jadi seorang mujahidah yang ok banget. Tapi paling nggak... saya ingin juga menyumbang sedikit saja ilmu saya untuk para remaja ini. Salah satunya dengan membuat buku bagi mereka.

Selama ini emang udah banyak banget buku-buku islam untuk remaja, dengan bahasa yang gaul abiz, dan sesungguhnya menarik untuk dibaca (saya juga salah satu pembaca setia buku-buku jenis ini). Cuma dari hasil pengamatan saya, rata-rata sama, pendekatannya ‘hitam-putih’

Kalau membicarakan syariat islam, memang hanya ada 2 warna, antara halal-haram, surga-neraka, benar-salah, dan seperti itulah. Kalau kita yang baca, mungkin masuk. Tapi kalau remaja gaul yang awam sama agamanya sendiri... saya kok nggak yakin.

Sekali mereka membaca buku jenis itu, mereka akan ingat gayanya, meski bahasanya gaul tapi tetep aja ujung-ujungnya pacaran dilarang! Saya khawatir untuk selanjutnya mereka enggan membaca buku jenis ini, atau kalaupun baca, ya sekedarnya. Masuk mata kanan, keluar mata kiri.

Maka sayapun jadi mikir, kayaknya harus ada pendekatan lain, yang nggak hitam-putih. Tapi bukan berarti pula membolehkan yang sebenarnya dilarang agama. Contohnya dalam membuat cerpen islami, saya menghindari banget kata-kata “Jangan pacaran, karena tidak ada dalam Islam...” nggak akan masuk! Remaja gaul kita sulit kalau hanya ditanamkan doktrin-doktrin semacam itu, bisa-bisa mereka udah ‘kabur’ duluan sebelum selesai baca.

Saya memilih penjabaran fakta-fakta yang mendukung, kalau pacaran itu ternyata merugikan, pacaran menganggu konsentrasi, pacaran peluang yang dinanti syetan lewat, dan sebagainya. Supaya para remaja yang baca ikutan mikir dan menganalisa, dan akhirnya (syukur-syukur) jadi meninggalkan pacaran dan memilih nikah dini, misalnya.

Cuma... yang terkadang membuat saya bertanya-tanya, apa iya mereka bisa meninggalkan gaya hidup nyeleneh jaman sekarang, kalau belum merasakannya? Ibaratnya hidup ini kan trial n error. Akhirnya saya sampai pada keputusan, mungkin saya akan mencoba buat buku panduan versi saya. Ketika saya konsultasikan ini pada seorang rekan dari penerbit besar Islami, dia juga mengakui buku-buku Islam remaja saat ini nadanya masih hitam-putih, Cuma dia mengingatkan saya,”Nggak gampang loh main di wilayah abu-abu. Bakalan ada kontroversi, salah-salah disangka Islam liberal...”

Saya tertawa. Bukan maksud saya main di wilayah abu-abu, bukan juga maksud saya membiarkan para remaja itu trial dan error begitu saja. Paling tidak mereka mendapatkan pandangan tentang hal-hal baru yang mereka kerjakan.

Saya selalu mendidik ponakan saya akan artinya tanggung jawab. Bahwa dia bertanggung jawab akan dirinya sendiri. Kita sebagai yang lebih tua berhak ‘mengarahkannya’, memberikan nasihat, memberikan pandangan tentang suatu hal. Memang, semestinya sebagai orang yang belum bisa berdikari, kudunya mah dia nurut ama petuah kita. Tapi kalaupun nggak, saya selalu tekankan, apa yang kamu tanam, itulah yang kamu tuai. Jika ia siap menanggung resiko dari perbuatannya, go ahead, yang penting kita udah ngingetin. Dan resiko itu harus dia tanggung dengan rasa tanggung jawab yang baik. Kalau nggak kuat memikul resikonya, ya jangan main api.

Mungkin gaya pendekatan seperti inilah buku saya nanti. Misalnya topik ‘kudung gaul’. Di sini akan saya jelaskan bahwa proses perubahan seseorang menjadi baik itu tidak gampang. Contohnya memakai kerudung, nggak mungkin banget deh nyuruh muslimah gaul itu langsung pake kerudung lebar yang syar’i. Makanya majalah tempat saya gawe, ‘Muslimah’ kerap mendapatkan protes, katanya kerudung kami nggak syar’i.

Kami paham dan menghargai protes mereka. Tapi kami mencoba mendekati remaja gaul yang mengaku funky, bahwa berkerudung juga bisa modis, loh. Untuk tahap awal, minimal mereka nggak pamer aurat lagi (meski bajunya masih ketat). Saya akan sarankan pula mereka rajin-rajin hadir di acara diskusi keagamaan dan membaca buku-buku Islam. Nanti kalau pemahaman mereka bertambah, saya yakin sedikit-demi sedikit akan mengubah gaya berkerudung mereka.

Atau topik yang paling gress, yaitu pacaran. Tidak akan saya katakan pacaran itu tak ada dalam Islam, tapi Islam mempunyai cara sendiri dalam membina hubungan dengan lawan jenis. Pacaran itu kendati bisa jadi ada pisitifnya, tapi negatifnya lebih dominan. Maka saya akan beberkan fakta-fakta yang ada, kalau perlu melakukan wawancara dengan beberapa sampel (anak SMU dan mahasiswa). Nah, kalau dari hasil penelitian kecil-kecilan itu dan fakta yang ada, sebagian dari mereka tetap memilih jalur pacaran, ya... saya bia apa? Yang penting mereka siap menanggung resikonya.

Ada beberapa topik lain yang sudah menari-nari dalam benak saya. Tapi itulah... ada juga perasaan keder, apa iya disangka bermain di wilayah abu-abu? Walaupun teman di penerbitan itu lalu berkata,”Emang sih, kalau jadi perdebatan, hikmahnya buku kamu ngetop n laris...”

Karenanya saya butuh saran dan masukan dari rekan-rekan. Dan... emang musti kerja berat, nih. Sekarang aja masih ada hutang dua novel yang belum kelar. Kerja tiap hari memang membuat waktu saya untuk menulis menjadi berkurang. Saya akui belum bisa menjadi pribadi yang sangat disiplin pada target dan waktu. Tapi... akan saya coba terus, pantang menyerah, brurr....

0 Response to "Butuh Saran: Buku Panduan remaja gaul"

Posting Komentar

photo2