sahabat di bulan desember

Pagi yang mendung di bulan Desember membuat hari raya Idul Fitri hari ke-2 terasa syahdu. Sayup-sayup terdengar suara takbir berkejaran di setiap masjid di desaku menyerukan keesaan Yang Maha Kuasa untuk selalu mengingat kebesarannya dengan kembali fitri di hari yang suci.
Aku terbangun dari pembaringan yang sangat nyaman ketika kubuka mata terlihat sosok pria menyodorkan sebuah telepon genggam yang tak lain adalah ayahku yang rapih mengenakan baju koko warna biru. Aku merasa malu karena ayahku telah terlebih dahulu bangun sebelum aku maupun ayam berkokok mengucapkan selamat pagi.
”Assalamualaikum.” Aku berucap salam.
Dari seberang sana menjawab salamku dengan lirih, beberapa saat orang yang menelponku menangis dan akupun memberi kesempatan untuknya.
Aku memecahkan kesunyian dengan satu pertanyaan.
”Ini siapa? Kenapa nangis?” Kemudian suara yang menjawab pertanyaanku membuat jantungku berdegup dengan kencang dalam jawabannya yang bersuara lirih dan terbata.
”Feb..ini putri...mau ngelayat gak?
”Tangisnya semakin menjadi ketika aku berkata.
”Si..siapa yang meninggal, Put?”. Suaraku meninggi.
”Re..mi, meninggal feb!” Tut..tut..tut..suara di seberang sana menghilang.
”Inallilahi wa inailaihi rojiun.”
Selain kata itu tak ada kata yang bisa yang ku ucap, pikiranku terbang melayang membawa memori yang tersimpan, terlintas akan wajah manis yang selalu ramah tersenyum dengan hangat. Gadis yang kukenal sebagai gadis periang ialah salah satu sahabat yang selalu ada ketika aku merasa sepi, senang dan berduka.
Aku telah siap menuju rumah alm, walaupun sebenarnya hatiku masih terlarut dalam duka dengan rasa tidak percaya. Langkahku gontai kurapihkan baju koko warna hitamku dengan peci yang melekat di kepala.
Diperjalanan aku bertemu dengan Ridwan, Rio, Putri dan aku pun kembali mengingat kenangan pada bulan Agustus lalu. Aku, Ridwan, Rio, Putri & alm Remi begitu kompak saat membawakan lagu Padi ”Kasih Tak Sampai”. Aku sendiri yang menjadi Vokalis, alm memainkan melody gitar dengan piawai membuat para penonton riuh pada acara puncak peringatan HUT RI di desa kami. Mungkin hal itu pula menjadikan kami sebagai juara peringkat 1. Terakhir alm menjanjikan kepadaku untuk mengajarkan permainan gitarnya agar aku jago menguasai gitar karena bakatku di bidang vokal dan alm sangat pandai memetik gitar.
Dari lamunanku kembali ke masa sekarang sesampainya aku di ambang pintu terselip bendera kuning dan ketika ku masuk mengucap salam kulihat kain kafan yang membungkus tubuh yang lelah bernapas, muka yang manis itu terakhir kulihat ceria kini diam tak berseri ditemani kerabat, tetangga dan teman sebaya seraya membaca surat Yasin dan doa lalu kami menghantarkannya ke tempat pembaringan terakhirnya di Taman Bahagia.
Setelah bumi menerimanya, untuk tertidur kekal dan menunggu saat di bangunkan. Aku bersama teman-teman sebaya berkumpul di rumah alm.
”Febri..kamu sekarang udah bisa pegang gitar belum?” Ridwan mencairkan suasana yang beku.
”Ya..kalau Cuma megang gitar dari bayi jg aku bisa…tapi, suaranya lebih mirip suara nyamuk..kenapa ya??
Hahaha…semua temanku tertawa mendengar guyonan yang kurang lucu dariku. Untuk beberapa detik kami melupakan kesedihan seolah tegar diantara hati yang rapuh.
”Rin..ini ada titipan dari alm!!” Ibu alm yang terlihat tegar dengan mata sembab memberikan kertas kumal berwarna ungu yang dititipkan pada beliau.
”Surat apa’an sih?” Rio terlihat sangat penasaran.
Isi dari surat itu adalah..
Dear Fren’s
Maaf jika sebelumnya aku punya salah ma kalian…
Aku jarang kumpul,curhat,dan aku nyesel belum bisa menepati janji untuk mengajarkan main gitar,sebenernya aku sakit… ya lumayan penyakit ini buat aku masuk rumah sakit hehe…
Sorry,aku gak ngsih kabar tentang ini karena aku gak mau buat kalian khawatir,dah dulu yah cape bgt neh,doain supaya aku cepet sembuh,aku sekarang udah baikan kok..aku kangen kalian semua.
Miss u all...

Teman kalian
REMI

Setelah membaca surat tersebut, aku dan semua temanku tertunduk melafadzkan doa lalu masing-masing dari kami mengusap air mata dan berusaha tersenyum.
Akhirnya terkuak sebuah rahasia yang membuat kami merasa terharu bahwa kenyataannya alm meninggal disebabkan oleh komplikasi penyakit yang dideritanya berawal dari penyakit magh kronis menjalar ke liver dan akhirnya jantung. Ia sembunyikan rasa sakitnya kepada kami di saat tawa manisnya tersembul menghiasi bibirnya, ketika tangannya masih terasa hangat ia tak pedulikan itu. Ketika di rumah sakit ia berpesan kepada ibunya untuk merahasiakan hal itu serta menitipkan surat di kertas berwana ungu yang telah ia gores tinta yang ditujukan kepada kami sewaktu - waktu apabila ada sesuatu yang terjadi padanya.
Selamat tinggal sahabatku…teriring doa mengantarkan kepergianmu, kuharap di dunia sana kau dapatkan kedamaian yang abadi sehingga tak ada lagi rasa sakit yang harus kau sembunyikan dalam tawamu yang polos. Semangatmu menjadikan inspirasi untuk kami.
Gumamku terhenti saat Ridwan menepuk pundakku. ”Feb…ayo kita pulang jangan melamun!”.
”SEMANGAT!!!”. Suara Rina setengah berteriak.
”SEMANGAT”. Kami pun berteriak dengan kompak lalu kami meninggalkan rumah alm untuk melanjutkan hari esok dengan penuh semangat.

0 Response to "sahabat di bulan desember"

Posting Komentar

photo2